Terjebak Susunan Struktur dan Skala Upah Perusahaan

Terjebak Susunan Struktur dan Skala Upah Perusahaan

https://images.app.goo.gl/Pg3AKdkiGno3gNzM6


“Dalam UU Cipta Kerja, penentuan struktur dan skala upah dilakukan oleh pengusaha dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. Jika dalam penentuan struktur dan skala upah ditentukan oleh perusahaan dengan memperhatikan hal tersebut, maka seharusnya transparansi perusahaan mengenai kemampuan perusahaannya sangat diperlukan. Tapi apakah dalam prakteknya ada demikan?”

Tidak seperti penggalan lirik lagu Wali Band, timur ke barat selatan ke utara..” kini banyak perusahaan yang merelokasi pabriknya dari wilayah Jakarta ke berbagai daerah, dari barat ke timur, beberapa pengusaha memilih Jawa Barat dan Jawa Tengah sebagai daerah tujuan berikutnya, dengan tujuan mencari upah minimum yang rendah. Kemudian membangun perusahaan dengan nama baru. Salah satu daerah yang dituju adalah Kabupaten Cirebon, khususnya di wilayah timur Cirebon yang UMKnya masih di bawah tiga juta.

Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat yang pada saat itu di bawah kepemimpinan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memperkenalkan kawasan industri dan perkotaan baru di Jawa Barat bernama Rebana Metropolitan. Rebana Metropolitan merupakan kawasan industri dan perkotaan baru di Jawa Barat yang wilayahnya berada di utara/timur laut Provinsi Jawa Barat meliputi tujuh daerah, yakni Kabupaten Sumedang, Majalengka, Cirebon, Subang, Indramayu, Kuningan, dan Kota Cirebon.

Beberapa pengembangan kawasan industri yang diutamakan di Rebana Metropolitan meliputi area Subang Barat, Indramayu, Kertajati, Jatiwangi, Krangkeng, Tukdana, Balongan, Butom, Losarang, Patrol, serta Patimban, termasuk Cirebon. Bupati Cirebon Imron juga menyebutkan bahwa Kabupaten Cirebon akan diproyeksikan menjadi Kawasan Industri dalam pengembangan Rebana Metropolitan di Jawa Barat.

Pengembangan Rebana Metropolitan ini hanya fokus mengoptimalkan serapan investasi dari investor dan fokus pada rancangan untuk menciptakan daerah industri yang mampu membuka lapangan kerja sehingga diharapkan berdampak pada perekonomian daerah sekitar. Harusnya mereka juga ikut berkomitmen untuk andil melindungi dan menyuarakan hak-hak dan kesejahteraan para pekerja/buruh, terutama terkait dengan pengupahan. Karena masalah pengupahan di dunia Industri khususnya di Indonesia selalu menjadi masalah yang selalu berulang disetiap akhir tahun. Kendati sejumlah regulasi telah mengamanatkan kebijakan struktur dan skala upah, implementasinya dirasa belum optimal bagi para pekerja/ buruh.

Dalam hal ini, pemerintah daerah memiliki kekuatan (legalitas dan legitimate) untuk menekan pengusaha dalam upaya menyuarakan hak dan kesejahteraan para pekerja/buruh. Meski pada kenyataannya, pemerintah daerah pun kurang mampu berbuat apa-apa bahkan cenderung dikendalikan oleh pengusaha sehingga pekerja/buruh lebih sering memperjuangkan nasibnya sendiri.

Pekerja/buruh dalam sebuah perusahaan pasti memiliki posisi dan jabatan yang berbeda, tanggung jawabnya pun berbeda-beda. Ada pula pekerja yang sudah memiliki masa kerja yang jauh lebih lama dari pekerja lainnya. Dikarenakan hal ini, maka perusahaan perlu memberlakukan tingkatan upah dan membayar upah pekerja menyesuaikan dengan jabatan, posisi, masa kerja, dan kompetensi. Perbedaan jumlah upah yang diterima ini yang disebut dengan struktur dan skala upah.

Sesuai dengan peraturan Menteri ketenagakerjaan nomor 1 tahun 2017 tentang struktur dan skala upah, menjelaskan bahwa struktur dan skala upah adalah susunan tingkat upah dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi, atau dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah yang memuat kisaran nominal upah dari yang terkecil sampai dengan yang terbesar untuk setiap golongan jabatan.

Dalam Pasal 92 UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003, disebutkan bahwa pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi. Namun, dalam UU Cipta Kerja, Pasal 92 tersebut diubah menjadi penentuan struktur dan skala upah dilakukan oleh pengusaha dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas, serta harus memperhatikan upah minimum yang berlaku. Setelah perusahaan sudah menetapkan struktur dan skala upah maka perusahaan harus mengajukan permohonan pengesahan dan pembaharuan peraturan kepada pejabat yang berwenang, kepada kementrian atau dinas provinsi atau kabupaten/kota yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.

Struktur dan skala upah dimaksudkan untuk mewujudkan upah yang berkeadilan, mendorong peningkatan produktivitas di perusahaan, meningkatkan kesejahteraan pekerja, menjamin kepastian upah, dan mengurangi kesenjangan antara upah terendah dan tertinggi. Struktur dan skala upah menggambarkan jenjang upah di perusahaan yang dipakai sebagai pedoman penetapan gaji pekerja. Namun dalam prakteknya, adanya penetapan struktur dan skala upah yang dibuat oleh perusahaan seolah menjebak pekerja/buruh.

Dimana-mana pekerja dan pengusaha memiliki kepentingan dasar yang berbeda. Bagi perusahaan mendapatkan laba sebanyak-banyaknya adalah tujuan utama. Jika penentuan struktur dan skala upah ditentukan oleh perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas, maka seharusnya transparansi perusahaan mengenai kemampuan perusahaannya sangat diperlukan. Tapi apakah dalam prakteknya ada demikan?

Ada beberapa gambaran mengenai penentuan struktur dan skala upah pada beberapa perusahaan di wilayah timur Cirebon yang dirasa oleh pekerja seperti jebakan. Berikut sebagai contoh gambarannya.


Bayangkan saja perusahaan menyusun struktur dan skala upah menjadi 9 macam jabatan yang kemudian pada masing-masing jabatan terbagi menjadi 1-15 golongan. Perbandingan upah pada setiap tingkatan hanya tiga puluh ribu. Perusahaan menentukan waktu promosi gaji/jabatan dua kali dalam setahun, itu pun jika dari pihak manajemen menyetujui. Disetujui atau tidaknya tergantung pada produktivitas perusahaan. Salah satu alasan jika manajemen menunda waktu promosi gaji/jabatan itu karena tingkat produktivitas atau ekspor dianggap sedang menurun. Jika ada desakan untuk tetap melakukan promosi gaji/jabatan, dari manajeman perusahaan akan tetap melakukan promosi dengan syarat-syarat yang ditentukan, seperti jumlah karyawan yang dipromosikan tidak melebihi 10% dari jumlah leader disetiap bagian. Dan kadang kenaikannya tidak boleh lebih dari 3 atau 5 tingkatan. Satu tingkatan nominal upah naik hanya 30.000, misal dalam promosi tahun ini hanya boleh naik 3 tingkatan maka tinggal dikalikan saja 30.000×3=90.000, jadi dalam setahun ada kemungkinan kenaikan gaji karyawan tidak lebih dari 100.000. 😂 Itu juga kalo leader atau atasan mengajukan timnya untuk dipromosikan. Karena tidak semua pekerja mempunyai atasan yang baik, dan bisa menghargai kinerja atau kompetensi timnya, meskipun banyak pula yang kerjaannya tumpang tindih dengan pekerjaan yang lain tapi upah tetap sama. Perbedaan upah karyawan yang masa kerjanya kurang dan lebih dari setahun pun tidak lebih dari 10.000. Dan tidak semua karyawan mendapatkan tunjangan lain-lain.

Contoh, kalau mengacu pada tabel di atas, karyawan jabatan staff 1 dengan total gaji sekitar 2,8 juta, kemudian pada waktu promosi jabatan karyawan ingin gajinya naik menjadi 3,5 jutaan, jika harus mengikuti prosedur dari perusahaan maka karyawan tersebut harus menunggu sekitar empat tahunan untuk mencapai gaji/jabatan itu. Itu pun jika dirinya ikut dipromosikan setiap tahun berturut-turut oleh atasan atau leadernya. Dan jika pada waktu promosi tersebut pihak manajeman mengizinkan kenaikan gaji/jabatan hingga naik pada 5 tingkatan.

Jadi, itulah jebakan disamping adanya struktur dan skala upah yang membuat para pekerja mengeluh tapi tidak bisa melakukan apa-apa, karena mereka merasa bergantung pada perusahaan. Apalagi untuk sekarang hampir semua perusahaan didominasi oleh pekerja perempuan yang tidak pernah berani menuntut haknya secara langsung atau terang-terangan. Salah satu solusi yang mungkin bisa membantu pekerja/buruh adalah peran pihak ketiga yang mampu menjembatani sekaligus memiliki kekuatan untuk menekan pengusaha yang dalam posisi ini adalah pemerintah.

Atau memang menurut pemerintah pekerja/buruh di Indonesia layak diberi upah segitu?

Demi pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan usaha mengentas masalah pengangguran yang menerpa diberbagai daerah, pemerintah menjadi gelap mata. Pemerintah berupaya menciptakan lapangan kerja yang besar tapi mengesampingkan kesejahteraan pekerja/buruh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rekomendasi Rute Perjalanan ke Banda Neira: Jakarta, Cirebon, Surabaya, Banda Neira

Refleksi Diri dalam Musik Novo Amor: Spiritual Journey Through New Love

Rekomendasi Rute Perjalanan dari Banda Neira ke Pulau Jawa

Melankoli dalam Hening: Menyelami Kenangan Bersama Cigarettes After Sex

Apakah ‘Aku Memang Begini’ Sudah Cukup Alasan untuk Tidak Berubah?

Pesta di Kepala, Tuhan di Pinggir: Membaca Hidup dalam Puisi Jazuli Imam

Mental Health - End The Stigma black magic: Potret Minimnya Literasi Kritis di Tengah Masyarakat Modern