Review Buku Silsilah Duka - Dwi Ratih Ramadhany
Review Buku Silsilah Duka - Dwi Ratih Ramadhany
Peran Ibu Mertua yang Melanggengkan nilai-nilai Patriarkal
Novela Silsilah Duka menggambarkan secara tajam dan menyakitkan bagaimana budaya patriarki masih membelenggu kehidupan perempuan, khususnya dalam institusi pernikahan dan keluarga. Dengan latar kehidupan masyarakat Madura, Dwi Ratih Ramadhany menyajikan kisah Ramlah—seorang perempuan yang berusaha menjalani perannya sebagai istri dan menantu, tetapi justru dihadapkan pada serangkaian tekanan, penindasan, dan ketidakadilan yang berujung pada tragedi.
Hubungan Mertua dan Menantu dalam Belenggu Patriarki
Salah satu fokus utama novela ini adalah relasi mertua-menantu yang penuh ketegangan. Juhairiyah, ibu mertua Ramlah, menjadi representasi dari dominasi orang tua terhadap anak dan menantu dalam sebuah keluarga. Kepercayaannya terhadap mitos dan adat yang menekan perempuan semakin menambah penderitaan Ramlah. Dari awal pernikahan, Ramlah sudah menghadapi tuntutan untuk segera hamil, dan ketika kehamilan tak kunjung datang, ia terus disalahkan dan dipaksa mengikuti berbagai ritual yang dianggap dapat mempercepat kehamilan.
Penderitaan Ramlah tidak berhenti di situ. Setelah melahirkan anak dengan kulit gelap, ia kembali menerima cemoohan, seolah warna kulit anaknya adalah akibat dari ketidakpatuhan terhadap larangan-larangan tradisional. Ini mencerminkan bagaimana perempuan sering kali dijadikan kambing hitam dalam berbagai aspek kehidupan rumah tangga.
Kritik terhadap Posisi Perempuan dalam Keluarga
Melalui kisah Ramlah, Silsilah Duka mengkritik bagaimana perempuan kerap kehilangan otonominya dalam pernikahan. Mereka harus tunduk pada ekspektasi keluarga, mengorbankan karier dan impian, bahkan tubuh mereka pun diatur oleh orang lain. Hal ini terlihat dalam paksaan untuk mengonsumsi jamu delima putih—yang dalam konteks novela ini bukan hanya sekadar ramuan pascapersalinan, tetapi juga bentuk penegasan bahwa tubuh perempuan harus selalu siap untuk melayani suami.
Dalam perspektif feminis, tubuh perempuan sering kali direduksi hanya sebagai alat reproduksi dan kepuasan laki-laki. Konsep Sexual Self-Determination yang diangkat dalam novela ini menegaskan bahwa perempuan harus memiliki kendali penuh atas tubuhnya sendiri, bukan sekadar menjadi objek dalam struktur patriarki.
Farid: Suami yang Terjepit di Antara Cinta dan Loyalitas kepada Ibu
Farid, suami Ramlah, digambarkan sebagai laki-laki yang berusaha melindungi istrinya dari dominasi ibunya. Namun, posisinya yang terjepit antara istri dan ibunya menunjukkan dilema klasik dalam banyak keluarga patriarkal. Meski mencintai Ramlah, Farid tetap dihantui oleh tuntutan untuk berbakti kepada ibu yang telah membesarkannya. Ini memperlihatkan bagaimana patriarki tidak hanya menekan perempuan, tetapi juga menempatkan laki-laki dalam posisi yang sulit.
Tragedi sebagai Akhir dari Ketidakadilan
Puncak dari penderitaan Ramlah adalah keputusannya untuk mengakhiri hidupnya. Keputusan tragis ini memperlihatkan betapa dalamnya luka yang ditimbulkan oleh tekanan keluarga dan masyarakat. Silsilah Duka tidak hanya menggambarkan satu kisah pribadi, tetapi juga menjadi simbol bagi banyak perempuan yang mengalami hal serupa dalam kehidupan nyata.
Kesimpulan: Sebuah Kritik Sosial yang Tajam dan Menyentuh
Dengan gaya bahasa yang lugas dan penuh emosi, Silsilah Duka berhasil menyentuh persoalan sosial yang masih relevan hingga kini. Dwi Ratih Ramadhany dengan cermat mengangkat bagaimana tradisi, mitos, dan patriarki masih menjerat perempuan dalam siklus penderitaan yang seolah tidak ada habisnya.
Novela ini bukan hanya sekadar kisah tentang Ramlah dan Juhairiyah, tetapi juga sebuah refleksi mendalam tentang bagaimana institusi keluarga sering kali menjadi tempat yang paling menekan bagi perempuan. Membaca Silsilah Duka bukan hanya membuka mata terhadap realitas yang pahit, tetapi juga menjadi ajakan untuk lebih kritis terhadap budaya yang masih mengekang kebebasan perempuan.
Komentar
Posting Komentar