Jika harus ada orang yang aku hindari di dunia ini, barangkali itu diriku sendiri

Jika harus ada orang yang aku hindari di dunia ini, barangkali itu diriku sendiri


We meet ourselves time and time again in a thousand disguises on the path of life. (C.G. Jung)

Ada banyak hal yang aku lakukan dengan tidak disengaja atau bahkan dengan sengaja bisa melukai perasaan orang lain. Dengan tulisan ini, dengan tidak mengurangi rasa hormat, aku minta maaf!

Aku bersyukur ketika memiliki waktu malam yang sepi, karena heningnya mampu menemukan dan menyadarkanku pada perasaan bersalah yang jarang muncul ditengah riuhnya pagi atau siang hari. Seperti angin di puncak gunung yang menyingkap kabut dimalam hari, meskipun dingin, tapi ia berusaha menunjukkan indahnya ribuan bintang yang sebelumnya tidak dapat kulihat. Sama halnya dengan perasaan-perasaan bersalah yang muncul dengan sendirinya. Jika harus ada orang yang aku hindari di dunia ini, barangkali itu adalah diriku sendiri, tepatnya egoku, bukan kamu, mereka, atau lainnya.

Aku dihadapkan oleh banyak hal. Yang bisa saja sesuatu yang lama dapat dengan mudah aku tinggalkan, dan sesuatu yang baru dengan mudah aku dekap. Masalahnya aku tidak pandai berkemas dan mengucapkan selamat tinggal, itu salah satu yang kusesali setelah kepergian papahku.

Seringnya aku selalu mambawa apa saja yang tidak aku butuhkan. Itu yang kadang membuat pundak ini terasa berat. Aku menyepelekan sesuatu yang mungkin itu menjadi bebanku, beban orang lain, aku terjebak pada keyakinan takdir yang seharusnya bisa saja kuubah, kalau pun tidak bisa, seharusnya bisa kuusahakan dengan indah, bisa ku pasrahkan dengan kenyataan yang bisa diterima dengan lapang dada. Tapi aku terjebak karena berusaha menghindarinya. Namun kini aku tak akan lari menghindarinya seperti yang sudah-sudah. Aku sudah mengalami semua. Sekarang aku paham, melarikan diri membuatku semakin terjerumus, dan kenyataan yang kuhindari malah semakin menghantui.

Kecemasan, kekhawatiran, ketakutan, dan perasaan-perasaan lainnya adalah bagian dari diri yang tidak dapat aku sangkal atau kutekan, masalahnya aku seringkali meremehkan, menganggap semua itu bukan soal, padahal kenyataannya semua itu mampu mempengaruhi hari-hariku ke depan, yang tentu harus kuselesaikan dan kugenapi dengan lapang dada.

Aku lupa kalau aku sendiri pernah menulis Engaged Buddhism yang salah satu ajarannya menyampaikan bahwa jangan menghindari penderitaan atau menutup mata dihadapan penderitaan. Tapi nyatanya aku salah satu yang kadang sering menghindari penderitaan, penderitaan diriku sendiri atau bahkan orang lain. ;(

Ibarat kata.. bagaimanapun juga, mereka yang dalam kecukupan tidak akan dapat merasakan kepedihan mereka yang sedang dalam penderitaan. Aku yang tengah kenyang apa yang kumengerti tentang mereka yang kelaparan? Aku seolah dapat sesuka hati mekar dan berbunga sementara kamu menjadi layu dan mati.

Untuk beberapa hal, aku meyakini ucapan Thomas Merton, bahwa yang terbaik adalah yang tidak diucapkan.


Terimakasih :)!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rekomendasi Rute Perjalanan ke Banda Neira: Jakarta, Cirebon, Surabaya, Banda Neira

Refleksi Diri dalam Musik Novo Amor: Spiritual Journey Through New Love

Rekomendasi Rute Perjalanan dari Banda Neira ke Pulau Jawa

Melankoli dalam Hening: Menyelami Kenangan Bersama Cigarettes After Sex

Apakah ‘Aku Memang Begini’ Sudah Cukup Alasan untuk Tidak Berubah?

Pesta di Kepala, Tuhan di Pinggir: Membaca Hidup dalam Puisi Jazuli Imam

Mental Health - End The Stigma black magic: Potret Minimnya Literasi Kritis di Tengah Masyarakat Modern